Selamat Datang di Nara Kata Media

Sajian Sastra, Budaya, dan Pemikiran Kritis

Dahlan Iskan Vs Jawa Pos, Saling Melapor dan Menggugat

Dahlan Iskan dalam sebuah wawancara dengan Kompas. Dok/SS Beginu

Jawa Pos resmi melaporkan mantan Menteri BUMN sekaligus pendiri grup media tersebut, Dahlan Iskan, ke Polda Jawa Timur atas dugaan pemalsuan surat, penggelapan dalam jabatan, dan tindak pidana pencucian uang. 

Sengketa ini berawal dari polemik kepemilikan saham dan pembagian dividen yang dinilai tidak transparan. Perseteruan internal ini memunculkan konflik hukum terbuka antara dua figur yang sebelumnya berjalan bersama membesarkan industri media nasional. 

Dalam laporan yang diajukan pada 13 September 2024, perwakilan Jawa Pos menyatakan adanya dugaan pemalsuan dokumen terkait kepemilikan dan pengelolaan aset PT Dharma Nyata Press, penerbit Tabloid Nyata, serta aset Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang disebut milik perusahaan. 

Pada 10 Januari 2025, penyidik Polda Jatim mengeluarkan surat perintah penyidikan sebagai dasar proses hukum. Proses penyidikan berlanjut hingga 2 Juli 2025, saat gelar perkara menaikkan status Dahlan Iskan dan Nany Wijaya—mantan Direktur Jawa Pos—dari saksi menjadi tersangka.

Tidak tinggal diam, Dahlan Iskan melawan lewat jalur perdata. Ia menggugat pihak Jawa Pos terkait pembagian dividen yang menurutnya tidak sesuai. 

Gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pun diajukan pada 1 Juli 2025 dengan nilai klaim mencapai Rp54,5 miliar. 

Nilai itu diklaim sebagai bagian dari dividen yang seharusnya ia terima sebagai pemegang 3,8% saham PT Jawa Pos. Gugatan ini didaftarkan di Pengadilan Niaga Surabaya dengan nomor perkara 32/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Sby. 

Di sisi lain, sidang gugatan perdata terkait kepemilikan saham dan tuntutan ganti rugi materiil dan immateriil mulai disidangkan sejak 10 Juli 2025. 

Gugatan tersebut menyasar status saham Dahlan Iskan di PT Dharma Nyata Press, di mana ia tercatat masih memegang 88 lembar saham. 

Namun, pihak Jawa Pos menyatakan bahwa seluruh dividen telah dibagikan sesuai keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan menegaskan dividen bukanlah bentuk utang komersial yang dapat menjadi objek PKPU.

Perselisihan ini makin rumit karena bersinggungan antara ranah pidana dan perdata. Dokumen yang diduga dipalsukan oleh Dahlan Iskan disebut berkaitan langsung dengan pengelolaan aset dan kepemilikan saham perusahaan. 

Meski dokumen spesifik belum diungkap ke publik, keberadaannya menjadi kunci dalam pembuktian di kedua jalur hukum. 

Sementara itu, pihak Dahlan Iskan melalui kuasa hukumnya mengaku belum menerima pemberitahuan resmi mengenai status tersangka, dan merasa terkejut karena mengetahuinya pertama kali dari media. 

Langkah menggugat secara perdata dan PKPU pun dinilai sebagai respons hukum balik atas laporan pidana yang diajukan lebih dahulu oleh pihak Jawa Pos.

Jawa Pos sendiri merupakan salah satu jaringan media terbesar di Indonesia, membawahi lebih dari 200 media cetak dan digital. 

Jaringan ini mencakup puluhan surat kabar daerah dengan merek “Radar”, portal digital nasional JawaPos.com, serta sejumlah jaringan televisi lokal seperti JTV Surabaya, Batam TV, Riau TV, dan lainnya di bawah bendera Jawa Pos Multimedia (JPM). 

Dengan skala dan pengaruh sebesar itu, konflik hukum internal ini menjadi sorotan luas publik, apalagi menyangkut tokoh sebesar Dahlan Iskan yang pernah menjadi ikon reformasi BUMN dan simbol keberhasilan pers daerah menjadi raksasa nasional.

Sengketa ini pun memperlihatkan kompleksitas tata kelola perusahaan media besar, di mana kepemilikan saham, pembagian dividen, dan pengelolaan aset dapat menjadi sumber konflik ketika tidak dikelola secara terbuka. 

Baik pihak Jawa Pos maupun Dahlan Iskan masih bersikukuh dengan klaim masing-masing. Proses hukum, baik di ranah pidana maupun perdata, kini berjalan secara paralel, dan publik menanti bagaimana akhir dari pertarungan panjang antara sang pendiri dan rumah besar media yang turut ia bangun sejak era 1980-an itu. []

Posting Komentar untuk "Dahlan Iskan Vs Jawa Pos, Saling Melapor dan Menggugat"