Selamat Datang di Nara Kata Media

Sajian Sastra, Budaya, dan Pemikiran Kritis

Anhar: Menulis Sejarah Jangan Tergesa-gesa


Wacana penulisan ulang sejarah nasional Indonesia kembali mencuat ke permukaan, terutama menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI. 

Pemerintah dikabarkan tengah mempersiapkan peluncuran buku sejarah nasional versi baru. Namun, rencana yang tampaknya tergesa-gesa ini menuai kontroversi. 

Banyak pihak mengingatkan agar proyek strategis tersebut tidak dilakukan secara sembarangan. Salah satu tokoh yang paling lantang menyuarakan kritik adalah Prof. Dr. Anhar Gonggong, sejarawan senior dan pakar historiografi Indonesia.

Dalam sebuah video berjudul "TUNDA PENULISAN ULANG SEJARAH! Saran Saya untuk Penulisan Ulang Sejarah" di kanal YouTube-nya, Anhar Gonggong menyampaikan keprihatinannya atas upaya percepatan penulisan ulang sejarah nasional. 

Ia menilai bahwa penulisan sejarah adalah proses ilmiah dan kompleks, bukan proyek cepat saji yang bisa dirampungkan dalam hitungan bulan.

“Pikiran saya sebagai seorang yang belajar sejarah, nulis skripsi dua bulan tidak mungkin,” tegas Anhar. 

Ia menjelaskan bahwa menulis ulang sejarah secara menyeluruh, dari riset hingga validasi data, setidaknya membutuhkan waktu dua tahun atau lebih.

Anhar menilai bahwa tergesa-gesanya pemerintah dalam menyusun buku sejarah nasional berpotensi menghasilkan narasi yang tidak utuh, bahkan bisa menyesatkan pembaca jika tidak melalui kajian ilmiah yang komprehensif.

Lebih jauh, Anhar menyoroti bahaya jika sejarah ditulis hanya untuk menonjolkan sisi positif masa lalu, terutama periode Orde Baru. 

Ia menolak keras narasi tunggal yang cenderung menghapus luka sejarah seperti pelanggaran HAM, KKN, dan kekerasan sistematis.

“Kalau sampai dia mau menulis dan mau menjadikan Orde Baru seakan-akan hanya baiknya saja, ya salah. Enggak ada gunanya nulis, merugikan negara,” ujarnya lugas.

Menurutnya, sejarah harus ditulis secara jujur dan menyeluruh. Menyaring kenyataan demi kepentingan politik sama saja dengan manipulasi memori kolektif bangsa.

Anhar juga mengingatkan bahwa sejarah bukan milik satu kelompok atau generasi, melainkan warisan kolektif bangsa. 

Oleh karena itu, proses penulisan ulang sejarah perlu melibatkan banyak pihak: sejarawan muda dan senior, akademisi lintas disiplin, serta masyarakat luas.

“Kalau mau tulis ulang sejarah, jangan cuma satu versi. Libatkan banyak pihak, ada merging antara senior dan yang muda, supaya sejarah Indonesia tidak terpaku pada satu narasi resmi saja,” pesannya.

Ia menyarankan agar proyek penulisan ulang sejarah ditunda terlebih dahulu demi memungkinkan proses riset yang matang, diskusi terbuka, serta uji validitas terhadap sumber-sumber sejarah yang digunakan.

Sejarah Bukan Nostalgia, Tapi Panduan Masa Depan

Buku sejarah nasional tidak boleh menjadi sekadar “kado politik” menjelang hari kemerdekaan, apalagi jika narasi di dalamnya hanya menguntungkan pihak tertentu.

“Fakta-faktanya harus jelas dan dapat dipercaya. Bisa dipertanggungjawabkan dan sumbernya jelas,” tambahnya sambil tersenyum dalam video wawancara.

Ia juga menekankan pentingnya pendidikan sejarah di sekolah yang mengajarkan berpikir kritis dan membuka ruang dialog atas berbagai sudut pandang sejarah.

Salah satu keprihatinan utama Anhar adalah kemungkinan buku sejarah nasional versi baru digunakan untuk kepentingan legitimasi politik. 

Ia mengingatkan bahwa di masa lalu, pernah terjadi penarikan buku sejarah dari sekolah karena isinya tidak sesuai dengan fakta dan hanya menyajikan narasi yang menguntungkan rezim tertentu.

Menurutnya, penulisan ulang sejarah harus menjadi momen refleksi nasional, bukan sekadar alat propaganda atau glorifikasi masa lalu.

***

Prof. Dr. Anhar Gonggong, MA adalah tokoh penting dalam dunia sejarah Indonesia. Ia lahir di Pinrang, Sulawesi Selatan, pada 14 Agustus 1943. 

Anhar adalah akademikus yang telah menulis puluhan buku sejarah dan terlibat dalam perdebatan intelektual nasional. Ia menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada, melanjutkan studi ke Leiden University (Belanda), dan meraih gelar doktor di Universitas Indonesia.

Ia aktif sebagai dosen, penulis, serta narasumber dalam berbagai diskusi nasional mengenai sejarah dan ideologi bangsa.

Kontroversi penulisan ulang sejarah nasional Indonesia membuka kembali perdebatan penting mengenai bagaimana bangsa ini memahami dan menyikapi masa lalunya. 

Anhar Gonggong mengingatkan bahwa sejarah yang baik bukanlah sejarah yang dipoles demi kepentingan jangka pendek, melainkan yang ditulis dengan jujur, objektif, dan berdasarkan data yang dapat diuji.

“Penulisan ulang sejarah itu biasa dilakukan negara mana pun. Tapi jangan asal cepat. Buku sejarah akan jadi arah pemikiran bangsa,” pungkasnya.


Sumber:
"TUNDA PENULISAN ULANG SEJARAH! Saran Saya untuk Penulisan Ulang Sejarah" – YouTube Channel Anhar Gonggong
Tautan: https://www.youtube.com/watch?v=BgokKTWwdow

Referensi tambahan:
[1] IDN Times, [2] Tribunnews, [3] BackToBDM, [4] Wikipedia, [5] Kompas.tv, [6] NU Online, dan lainnya.

Posting Komentar untuk "Anhar: Menulis Sejarah Jangan Tergesa-gesa"