Cara Mohammad Hatta Mundur dari Wakil Presiden
Mohammad Hatta Mundur dari Kursi Wakil Presiden
Pengunduran diri Mohammad Hatta dari jabatan Wakil Presiden Republik Indonesia pada 1 Desember 1956 merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah politik negeri ini.
Hatta, tokoh proklamator, negarawan, sekaligus peletak dasar ekonomi rakyat, hingga kini dikenal sebagai satu-satunya Wakil Presiden RI yang secara resmi mengundurkan diri melalui jalur konstitusional.
Fenomena ini tidak hanya merefleksikan dinamika hubungan antarpimpinan negara, tetapi juga perubahan paradigma pemerintahan dan nilai-nilai demokrasi di masa transisi Indonesia pascakemerdekaan.
Setelah memegang amanah sebagai Wakil Presiden sejak awal kemerdekaan, Hatta menghadapi berbagai pergeseran politik. Puncaknya terjadi pada pertengahan 1950-an, kala Indonesia tengah mencari bentuk sistem pemerintahan terbaik di tengah perdebatan konstitusi dan penguatan parlemen hasil Pemilu 1955.
Salah satu motivasi mendasar Hatta untuk mundur ialah janji pribadi (nazar) yang ia tetapkan sendiri. Begitu terpilihnya Konstituante—lembaga pembuat konstitusi baru—Hatta menegaskan kepada publik bahwa dirinya akan mundur.
Ia berprinsip, “Jika Parlemen dan Konstituante hasil pemilihan rakyat telah bekerja, maka tugas saya sebagai Wakil Presiden selesai.”
Pandangan ini juga didasari keyakinan bahwa dalam sistem parlementer, Wakil Presiden kehilangan peran sentral dan menjadi simbol semata.
Hatta menyampaikan rencana pengunduran dirinya secara resmi melalui surat tertanggal 20 Juli 1956 ditujukan kepada Ketua DPR, Sartono.
Dalam surat tersebut, ia menulis, “Saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden setelah konstituante dilantik dan mulai bekerja.”
Namun, hingga berbulan-bulan surat tersebut tidak mendapatkan respons dari DPR.
Tak putus asa, Hatta kembali melayangkan surat pada 23 November 1956. Akhirnya, dalam sidang tanggal 30 November 1956, DPR resmi menerima pengunduran dirinya.
Dalam pidato terakhirnya, Hatta menyampaikan, “Alangkah baiknya jika sistem pemerintahan kita kembali kepada demokrasi yang sehat, di mana pengawasan parlemen berjalan dan korupsi bisa ditekan melalui keterbukaan.”
Perseteruan dengan Presiden Soekarno
Pengunduran diri Hatta tidak dapat dilepaskan dari relasi dengan Presiden Soekarno. Dua tokoh sentral ini memiliki perbedaan mendasar soal arah sistem pemerintahan.
Hatta tetap konsisten pada prinsip demokrasi parlementer dan mengedepankan kebebasan partai politik. Di sisi lain, Soekarno mulai menggagas Demokrasi Terpimpin dan wacana pembatasan partai, dengan alasan mempercepat pembangunan bangsa.
Hatta mengungkapkan keresahannya, “Saya tidak ingin menambah panjang kekuasaan jika kekuasaan itu tidak memberi manfaat buat rakyat,” seperti diungkapkan dalam salah satu kutipan penting dari narasi video Mojok.co
Hatta juga menyoroti praktik korupsi dan sentralisasi kekuasaan yang makin sulit dia awasi sebagai Wakil Presiden,
“Saya tidak dilibatkan lagi dalam pengambilan keputusan penting, dan itu membuat saya kehilangan arti dalam pemerintahan.”
Pada masa-masa akhir jabatannya, Hatta juga menyoroti pentingnya memperkuat otonomi kota/kabupaten, bukan provinsi.
Ia berpendapat, kota/kabupaten adalah unit terkecil dengan masyarakat yang memiliki akar budaya yang kuat. Ia berkata,
“Pembangunan ekonomi rakyat harus berangkat dari bawah, melalui koperasi dan usaha mandiri, bukan sekadar instruksi dari pusat.”
Gagasan ini menjadi fondasi awal bagi pengembangan ekonomi rakyat di masa depan.
Pasca-pengunduran dirinya, Hatta memilih menjauh dari dunia politik praktis. Ia lebih aktif menulis, mengajar, serta menjadi inspirator dalam bidang ekonomi, khususnya pengembangan koperasi.
Hatta kemudian dikenal luas sebagai “Bapak Koperasi Indonesia,” sebuah pengakuan atas dedikasinya membangun ekonomi kerakyatan di luar kekuasaan formal.
Jabatan Wakil Presiden tetap kosong selama beberapa tahun setelah Hatta mundur, menunjukkan betapa unik dan pentingnya momen tersebut dalam sejarah bangsa.
Aksi Hatta juga menjadi sinyal awal goyahnya kekuasaan Soekarno, yang pada dekade berikutnya, secara perlahan kehilangan dukungan dan akhirnya lengser.
Sumber:
Seluruh penjelasan dan narasi dalam berita ini diolah dari video YouTube berjudul “Kenapa Mohammad Hatta Mundur dari Kursi Wakil Presiden?” yang diunggah oleh kanal Mojokdotco pada 27 Juni 2025. Video berdurasi 14 menit 9 detik ini dipandu oleh host Muhidin M. Dahlan, dalam program Mojok History.
Keputusan Mohammad Hatta untuk mengundurkan diri dari kursi Wakil Presiden bukan sejarah personal, melainkan refleksi sekaligus pelajaran menyejarah tentang integritas, demokrasi, dan tanggung jawab kepemimpinan di Indonesia.
Sikapnya menjadi teladan politik yang langka: mendahulukan etika dan prinsip daripada ambisi kekuasaan.
Posting Komentar untuk "Cara Mohammad Hatta Mundur dari Wakil Presiden"
Posting Komentar